Tuk..tuk..tuk…
Bunyi itu
sengaja aku mainkan
untuk mengurangi desir-
desir hati memasuki esok
hari. Malam ini aku
sangat berdebar-debar
memikirkan apa
komentar teman-
temanku besok?
Entahlah. Tak ingin ambil
pusing sebenarnya, tetapi
hal itu sudah otomatis
mengusik pikiranku.
Jilbabku. Kira-kira mereka
komentar apa ya soal
jilbab baruku? Teman-
teman perempuanku kan
belum berjilbab. Paling
cuma Zumi dan Vita.
Tidak tahu kenapa
sekolah menengah atas
milik yayasan Islam,
besar pula tidak
mewajibkan murid-
muridnya muslimah
mengenakan jilbab.
Padahal jilbab itu wajib.
Entahlah.
Tuk..tuk..tuk…bunyi
pulpen itu masih aku
mainkan sembari
melanjutkan perjalanan
berpikirku. Hmmm
mungkin ada hal-hal lain
yang menjadi
pertimbangan. Seperti
pertimbangan aurat bisa
saja ditutup tapi hati dan
perbuatan masih tidak
karuan. Khawatir bisa
mencoreng wajah
sekolah dan Islam. Tapi
kalau nunggu hidayah
yang kalau tidak kita cari
ya tidak bakal ketemu.
Masih dalam pikirku.
Ketika kita sudah
memutuskan untuk
menutup aurat ya
standar minimal kita
harus menjaga aurat.
Ketika aurat terjaga
maka harapannya jilbab
bisa mengontrol
perbuatan yang akan kita
lakukan.
Haaaaahhh…tau ah tak
mau ambil pusing.
Kenapa demikian. Hal
yang paling menyebalkan
esok hari adalah
komentar Guntur, Guruh,
dan Aryo. Aku harus
menyiapkan diri dan hati.
Terserah mereka mau
bilang apa. Mereka
paling usil dan cerewet
denganku.
Hal yang paling penting,
sekarang mereka tak kan
lagi bisa mengganggu
rambutku kalau ulang
tahun. Sudah dikasih
tepung, dilempar telur,
dioles sampho, dilempar
air. Itu kejam, sayang
atau keterlaluan. Padahal
aku tak membawa baju
ganti dan sisir waktu itu.
Sebelum pulang sekolah
aku menangis di kamar
mandi karena malu gara-
gara itu. Sembari
membersihkan rambut,
aku sesegukan.
Bayangkan aku pulang
dalam keadaan baju
basah dan rambut masih
banyak menyisakan
tepung. Temanku-
temanku tega nian
dirimu padaku.
Berbeda dengan teman-
teman dekatku Siti, Rida,
Eva dan Puput pasti
surprise melihatku.
Sengaja aku tidak
memberitahu mereka.
Tidak surprise namanya
kalau sudah diberitahu.
Kalau si Ahmad pasti
senanglah dan tambah
naksir padaku karena dia
fans beratku sejak kelas
satu. Tapi syukur aku tak
pernah menyambut siapa
pun untuk berpacaran
denganku. Kata ibu
sekolah itu arena belajar,
bukan arena pacaran.
Dan aku menyepakati itu.
Toh itu untuk
kebaikanku.
Sudahlah. Memikirkan
apa reaksi mereka
tidaklah menyurutkan
langkahku. Yang lalu
biarlah berlalu. Hari esok
adalah masa depanku.
Kan kusambut hari esok
dengan bismillah semoga
Engkau beri aku
kelapangan dan
kemudahan.
Pagi menjelang. Aku
sengaja berangkat jauh
lebih pagi agar teman-
teman lain kelas tak
terlalu terkejut melihat
perubahan
penampilanku. Terlebih
teman sekelasku. Aku
langsung duduk di
bangku tanpa bergerak
sedikit pun dan pura-
pura menulis sesuatu di
buku.
Hmmm..berhasil. Mereka
seperti tak menyadari
kalau aku sekarang
menutup auratku.
Tersenyum asyik Galuh
belum menyadari hal itu.
Tapi tak berapa lama
kemudian.
“Haaaa….Zahra pakai
jilbab…!”teriak Zumi
salah satu dari teman
sekelasku yang memakai
jilbab. Teriakannya
histeris memecahkan
suasana santai di kelas.
“Alhamdulillah…”
lanjutnya.
Semua teman sekelas lalu
berburu memandangiku.
Tak terkecuali Galuh
yang tadi sempat
terkecoh dengan
penampilanku. Lalu
berhamburanlah mereka
mendekat. Mereka
memberi selamat atas
perubahan
penampilanku.
“Selamat ya…selamat
ya…mimpi apa kamu
semalam…sudah tobat
ya…” berondong Galuh.
Aku hanya senyum-
senyum mendengar
komentar teman-
temanku. Kurang lima
menit bel berdering
tanda masuk kelas. Satu
per satu temanku mulai
berdatangan. Sama
seperti lainnya. Mereka
heboh melihat
perubahan
penampilanku. Lagi-lagi
aku hanya senyum-
senyum sendiri. Sehari
jadi artis jilbab sembari
tertawa dalam hati.
Teeeeetttt….bel
berbunyi. Hari pertama
masuk langsung
pelajaran. Dari jauh aku
sudah mendengar detak
sepatu Bu Erni guru
Fisikaku. Pusing aku
mendengar detak
sepatunya. Karena Fisika
berhasil membuat satu
uban di kepalaku. Tapi
pelajaran itu tetap saja
dimulai tanpa peduli
tumbuh uban di kepala
siapa pun. Tak hanya
aku.
“Zahra…ada apa kok
kamu dari tadi pegang
kepala terus,” Tanya Bu
Erni yang ternyata sedari
tadi memperhatikanku. “Hmmm anu Bu…”
jawabku grogi dan
berkeringat.
“Jilbabnya baru Bu..”
sahut Galuh memotong
jawabanku.
“Oh iya…ada yang
berubah ya… selamat
ya…dirapikan tuch
jilbabnya..tampak
miring…” lanjut Bu Erni.
“Ehh…iya Bu..terima
kasih,” jawabku gugup
dan malu.
Ya dari tadi aku memang
dikit-dikit merapikan
jilbab. Maklum jilbab
yang aku pakai jilbab
kotak yang kalau
memakainya pakai peniti.
Padahal aku belum
pernah pakai jilbab
model begini. Ya baru
kali ini. Jilbab baruku
yang langsung pakai,
sementara tidak aku
kenakan ke sekolah.
Karena tampak tak resmi.
Jadi terpaksa aku harus
memakai jilbab kotak.
Ya biarlah. Konsekuensi
memakai jilbab. Grogi,
keringetan, capek.
Pasalnya ya harus bolak
balik benerin jilbab. Jadi
begini raasanya pakai
jilbab. Bahagia. Senang.
Lucu. Rasakan sendiri
dech sensasinya.